SPIRIT RAJAB: Bulan untuk Menanam Kebajikan

Oleh : A.Rusdiana

Bulan Rajab adalah satu di antara 4 bulan mulia. Bulan Rajab adalah bulan yang penting kita perhatikan. Allah ta’ala dan Rasulullah Saw telah menandaskan hal ini. Baik dalam al-Qur’an ataupun hadis: Pertama-tama; Rajab ada diantara empat bulan haram; Umat Islam dilarang berbuat aniaya, melakukan kezaliman sepanjang 12 bulan. Terlebih di 4 bulan mulia. Sebagaimana dalam al-Qur’an, Allah ta’ala menjelaskan dalam surat al-Taubat ayat 36.

Artinya: “Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah ialah dua belas bulan, (sebagaimana) ketetapan Allah (di Lauhulmahfuz) pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu mendzalimi dirimu padanya (empat bulan itu), dan perangilah orang-orang musyrik semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya. Ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bertakwa.” (QS. al-Taubah: 36).

Sayyidina Abdullah bin Abbas (68 H), pakar tafsir dari kalangan Sahabat, menyatakan bahwa umat Islam dilarang berbuat aniaya, melakukan kezaliman sepanjang 12 bulan. Terlebih di 4 bulan mulia. Berbuat durhaka di bulan mulia ini akan mendapatkan dosa yang berlipat. Sebaliknya, berbuat ketaatan dalam bulan-bulan mulia ini akan mendapatkan pahala yang berlipat ganda. Imam ‘Izzuddin bin Abddussalam (660 H), tokoh yang mendapatkan gelar sultannya para ulama (sulthan al-ulama) dalam kitab tafsirnya, menegaskan bahwa 4 bulan mulia ini disebut sebagai bulan haram (asyhur al-hurum) dikarenakan besarnya dosa ketika dilakukan bulan ini.

Dalam kajian bahasa, dalam Lisan al-Arab, Imam Ibni Mandhur (711 H) menjelaskan bahwa kata rajab, berasal dari kata kerja rajabahu (رجبه). Semakna dengan kata kerja habahu wa ‘adhamahu (هابه وعظمه). Artinya, mengagungkan dan memuliakan. Bulan ketujuh dalam kalender hijriyah ini dinamakan Rajab karena pada bulan ini, sedari dulu adalah bulan yang diagungkan dan dimuliakan.

Dalam tradisi masyarakat Jahiliyah Arab, tidak akan dilakukan peperangan di bulan ini. Suara pedang tidak diperdengarkan. Pedang disarungkan. Tidak terhunus. Sepanjang bulan terasa sepi dari gemuruh peperangan.  Karena hal ini, bulan Rajab juga disebut sebagai bulan tuli. Bulan sunyi tanpa suara pedang peperangan. Bahasa Arabnya adalah al-‘Asham.

Selain dalam al-Qur’an, kemuliaan bulan Rajab juga dijelaskan dalam hadis. Termasuk bagaimana cara mengisi untuk mengagungkannya. Salah satunya adalah hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari (194-256 H), dalam kitab Shahih al-Bukhari:

Artinya: “Diriwayatkan dari Sayyidina Abi Bakrah Ra., dari Nabi Muhammad Saw., Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya zaman itu berputar sebagaimana adanya. Allah menciptakan langit dan bumi dengan waktu satu tahun terdiri 12 bulan, 4 bulan di antaranya adalah bulan mulia. 3 bulan mulia yang berurutan adalah Dzulqo’dah, Dzulhijjah, dan Muharram. Dan bulan Rajab Muhdlar, bulan di antara Jumadal Akhirah dan Sya’ban.” (H.R. al-Bukhari).

Ada dua penjelasan penting dari Imam Ibnu Hajar al-Asqalani (852 H) dalam kitab Fath al-Bari terkait hadis ini;

  1. Hadis ini menjadi respons Baginda Nabi terhadap kebiasaan sebagian masyarakat Arab yang sering menggonta-ganti urutan bulan mulia. Mereka mengganti sesuai kepentingan masing-masing. Di bagian awal hadis, Kanjeng Nabi menegaskan bahwa peredaran bulan dalam satu tahun itu berputar sebagaimana adanya. Tidak dibolak-balik sesuai kepentingan. Di satu sisi, Islam menerima adanya tradisi memuliakan dan mengagungkan bulan haram. Di sisi lain, Islam mengkritisi kebiasaan yang menggonta-ganti urutan bulan mulia.
  2. Dalam matan hadis, bulan Rajab disebutkan sebagai Rajab Muhdlar. Maksudnya adalah bulan Rajabnya Bani Muhdlar. Di era itu, suku Muhdlar dikenal sebagai golongan yang paling bersungguh-sungguh memuliakan bulan Rajab. Sehingga Rajab diidentikkan dengan kabilah Muhdlar. Meskipun, tentunya, bulan Rajab berlaku untuk semua suku dan golongan. Baginda Nabi mengapresiasi tradisi kabilah Muhdlar dalam menyambut bulan Rajab.

Imam al-Baihaqi (458 H) dalam karyanya yang berjudul Fadhail al-Auqat, menjelaskan bahwa salah satu bentuk amaliah di bulan Rajab adalah berpuasa. Memperbanyak puasa ini sunnah Nabi. Sunnah sebagaimana kesunahan memperbanyak puasa di 3 bulan mulia lainnya. Dalam salah satu riwayat, Sa’id bin Jubair (90 H) pernah ditanya terkait puasanya Kanjeng Nabi di bulan Rajab.

Mendengar pertanyaan ini, Sa’id bin Jubair meriwayatkan hadis dari Sayyidina Abdullah bin Abbas Ra. bahwa kebiasaan Baginda Nabi Saw., adalah memperbanyak puasa di bulan haram. Salah satunya adalah bulan Rajab.

Dalam riwayat lain, salah satu sahabat pernah menghadap Baginda Nabi. Sahabat tersebut kelihatan kurus dibanding tahun sebelumnya. Sebabnya adalah puasa terus menerus. Hanya makan di malam hari. Kanjeng Nabi lantas menyatakan bahwa puasa sepanjang tahun seperti itu termasuk menyiksa diri. Kanjeng Nabi memerintahkannya untuk puasa di bulan Ramadhan dan puasa sunnah satu hari di bulan lain.

Mendengar itu, sahabat ini minta untuk ditambah. Tidak hanya dibolehkan puasa sunnah sehari, dua, atau tiga hari dalam setiap bulan. Karena itu, Baginda Nabi menambahkan kepada sahabat tadi untuk puasa di bulan-bulan haram. Salah satunya adalah bulan Rajab. Sanad hadis ini shahih. Terdapat dalam Sunan Abu Dawud, Sunan Ibni Majah, dan Sunan al-Baihaqi. Imam Ibnu Hajar al-Asqalani, dalam kitab Tabyin al-‘Ajab bima Warada fi Syahr Rajab menyatakan bahwa hadis ini adalah dasar dari kesunahan puasa Rajab.

Jika kita renungkan ayat al-Qur’an (QS. al-Taubah: 36), dan hadis (H.R. al-Bukhari),  di atas, setidaknya ada tiga nilai edukasi (hikmah dan inspirasi) yang dapat kita petik:

Pertama, Islam menekankan umatnya untuk menaruh perhatian terhadap keberadaan waktu. Terdapat waktu-waktu mulia. Karena itu, sudah selayaknya kita memiliki perhatian terhadap ketepatan waktu. Perhatian al-Qur’an dan hadis terkait bulan-bulan mulia, satu di antaranya adalah bulan Rajab, tidak lain adalah memberikan pesan penting bagi umat Islam untuk memanfaatkan waktu sebaik-baiknya. Terbiasa tepat waktu dan memiliki budaya disiplin.

Kedua, ayat dan hadis di atas memberi pemahaman bagi kita bahwa Islam sangat adaptif terhadap tradisi. Selama tradisi itu baik, maka layak dilanjutkan. Andaikata ada satu dua hal yang tidak sesuai dengan syariat, maka perlu diluruskan. Tidak serta merta ditolak dan dimatikan. Islam datang untuk meluruskan dan menyempurnakan. Konsep 4 bulan mulia sudah ada di era Jahiliyah. Islam datang tidak menghapusnya. Tetapi mengisinya dengan semangat beribadah. Tentu, semangat beribadah ini tidak boleh berlebihan.

Ketiga, ayat al-Qu’an dan hadis di atas memberikan sipirit untuk giat berbuat baik. Yang salah satu bentuknya adalah puasa. Puasa akan banyak menimbulkan dampak positif. Baik secara personal maupun komunal. Puasa dapat mengasah rasa empati, mengekang ego diri, dan momen penting untuk berefleksi. Masing-masing dari kita dapat secara intim berdialog dengan hawa nafsunya. Meneguhkan tujuan hidup. Menguatkan orientasi hidup. Bahwa hidup tidak serta merta mengejar kenyangnya perut. Lebih dari itu, hidup adalah kesempatan emas untuk menyiapkan kehidupan akhirat. Kehidupan pasca kematian.

Oleh karena itu, marilah kita sibukkan diri dengan melakukan kebaikan-kebaikan. Tidak ada kata terlambat untuk bertaubat dan beramal baik. Usia tak bisa membatasi kita untuk mengerjakan aneka kebaikan. Muda atau tua sekalipun sama-sama memiliki kesempatan menghias diri dengan amal-amal saleh. Satu kalimat yang seringkali kita dengar terkait dengan hal ini, ‘ojo leren dadi wong apik‘ (jangan berhenti jadi orang baik). Demikian khutbah yang singkat ini, mudah-mudahan pada bulan Rajab ini kita senantiasa diberi kekuatan, kemudahan dan kemampuan untuk memperbanyak kebaikan dan ketaatan kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Aamiiin. Semoga langkah kita senantiasa dalam lindungan-Nya. Amin ya rabbal ‘alamin.***

*Artikel ini esensi khutbah Jumat,26 Januari 2024

Penulis, adalah guru besar manajemen Pendidikan.

Total
0
Shares
Previous Article

Satgas Pamtas RI-RDTL Sektor Timur Yonif 742/SWY Gagalkan Upaya Pelolosan Barang Ilegal

Next Article

Bulan K3 Nasional, PLN UIP2B JAMALI Berikan Pemahaman Kelistrikan pada Pelajar SDIT Al Hikmah

Related Posts