Hakim se-Indonesia Bakal Mogok Kerja, Protes Gaji dan Tunjangan 12 Tahun Tak Naik

JAKARTA || Ekpos.com – Selama bertahun-tahun, kesejahteraan hakim belum menjadi prioritas pemerintah, padahal hakim merupakan pilar utama dalam penegakan hukum dan keadilan di negara ini.

“Ketentuan mengenai gaji dan tunjangan jabatan hakim dalam Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2012 (PP 94/2012), hingga saat ini belum pernah mengalami penyesuaian, meskipun inflasi terus berjalan setiap tahunnya,” ucap Jubir Fauzan Arrasyid melalui siaran pers, pada Kamis (26/9/2024).

Lanjutnya, hal ini membuat gaji dan tunjangan yang ditetapkan 12 tahun lalu menjadi sangat berbeda nilainya dibandingkan dengan kondisi saat ini.

Ketidakmampuan pemerintah menyesuaikan penghasilan hakim, ini jelas merupakan langkah mundur dan berpotensi mengancam integritas lembaga
peradilan.

Tanpa kesejahteraan yang memadai, hakim bisa saja rentan terhadap praktik korupsi karena penghasilan mereka tidak mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari.

Apalagi, Mahkamah Agung telah mengeluarkan Putusan Nomor 23 P/HUM/2018 yang secara tegas mengamanatkan perlunya peninjauan ulang pengaturan penggajian hakim.

“Dengan demikian, pengaturan penggajian hakim yang diatur dalam PP 94/2012 saat ini sudah tidak memiliki landasan hukum yang kuat. Oleh karena itu, revisi terhadap PP 94/2012 untuk menyesuaikan penghasilan hakim menjadi sangat penting dan mendesak,” imbuhnya.

Gerakan Cuti Bersama Hakim Se-Indonesia ini, tegasnya, akan dilaksanakan secara serentak oleh ribuan hakim mulai tanggal 7 hingga 11 Oktober 2024. Sebagian dari kami juga akan berangkat ke Jakarta untuk melakukan aksi simbolik sebagai bentuk protes terhadap kondisi kesejahteraan dan independensi hakim yang telah terabaikan selama bertahun-tahun. Para hakim yang berangkat ke Jakarta akan melakukan audiensi, aksi protes dan silaturrahmi dengan lembaga terkait serta tokoh nasional yang peduli terhadap isu peradilan, sebagai upaya memperjuangkan perubahan nyata bagi profesi hakim dan sistem hukum Indonesia.

Gerakan ini bertujuan untuk menyuarakan aspirasi para hakim yang telah lama terabaikan, serta mengingatkan pemerintah bahwa tanpa jaminan kesejahteraan yang layak, penegakan hukum akan kehilangan wibawa dan keadilan yang hakiki.

Saat ini pengaturan gaji pokok Hakim masih disamakan dengan pengaturan Gaji Pokok Pegawai Negeri Sipil. Besaran Gaji Pokok memang jauh lebih kecil dibandingkan dengan Tunjangan Jabatan. Karenanya permasalahan akan muncul ketika seorang Hakim pensiun, penghasilan pensiunnya akan turun drastis, mengingat pensiun hanya memperhitungkan gaji pokok dari Hakim yang bersangkutan.

Terkait dengan Tunjangan Jabatan Hakim, pada tahun 2012 terjadi kenaikan yang cukup signifikan setelah diundangkannya PP 94/2012. Sayangnya sejak tahun 2012 hingga tahun 2024 belum ada penyesuaian terkait kenaikan gaji dan tunjangan Hakim. Tentunya nilai kenaikan tunjangan jabatan di tahun 2012 tersebut sudah tidak sama lagi dengan kondisi saat ini, mengingat adanya inflasi tiap tahunnya.

Sedangkan mengacu pada harga jual emas ANTAM pada tahun 2012 diketahui senilai Rp.584.200,- / Gram. Sedangkan di per Januari 2024 diketahui, harga jual emas ANTAM mencapai Rp.1.132.000,- / Gramnya. Kedua indikator ini layak menjadi salah satu acuan penyesuaian gaji dan tunjangan Hakim. Selain mengacu pada angka inflasi dan harga emas, penyesuaian gaji dan tunjangan Hakim juga harus mempertimbangkan besaran insentif yang cukup
untuk menarik individu-individu berkualitas, baik dari segi intelektualitas dan integritas untuk mendaftar menjadi Hakim.

Penghasilan Hakim harus bersaing dengan Kantor-Kantor Hukum ternama, Perusahaan-Perusahaan BUMN, atau Perusahaan Multinasional. Pengaturan tunjangan kemahalan saat ini terdiri dari 4 zona, yakni Zona 1 yang tidak memperoleh tunjangan kemahalan, Zona 2 dengan nominal Rp.1.350.000,- Zona 3 dengan nominal Rp.2.400.000,- dan Zona 3 Khusus dengan nominal Rp.10.000.000,-.

Terhadap tunjangan kemahalan yang telah diatur saat ini, terdapat beberapa catatan, yakni Penyebutan wilayah yang memperoleh tunjangan kemahalan seringkali terkendala mengenai nama Pengadilan secara administrasi yang berbeda. Sebagai contoh Pengadilan Negeri Ranai yang tidak menggunakan nama
Natuna.

“Selain itu juga, penyebutan wilayah yang tidak mengacu spesifik pada Pengadilan mana yang memperoleh tunjangan golongan tertentu juga membuat ketidakjelasan, seperti yang terjadi pada Bumi Halmahera tanpa merujuk pada wilayah Kabupaten/Kota atau Pengadilan. Karenanya ke depan terhadap pengaturan tunjangan kemahalan tersebut harus digunakan dengan menyebut langsung nama Pengadilan secara spesifik (PN, PA, PTUN) yang memperoleh tunjangan sesuai dengan zonanya guna menghindari kerancuan seperti saat ini yang hanya melakukan penyebutan wilayah,” pungkasnya.

Berdasarkan kondisi di atas, Gerakan Solidaritas Hakim Indonesia menyatakan sikap dan tuntutan sebagai berikut:
1. Menuntut Presiden Republik Indonesia segera merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2012 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim di Bawah Mahkamah Agung, untuk menyesuaikan gaji dan tunjangan hakim sesuai dengan standar hidup layak dan besarnya tanggung jawab profesi hakim,
2. Mendesak Pemerintah untuk Menyusun Peraturan Perlindungan Jaminan Keamanan bagi Hakim, mengingat banyaknya insiden kekerasan yang menimpa hakim di berbagai wilayah pengadilan. Jaminan keamanan ini penting untuk memastikan bahwa hakim dapat menjalankan tugasnya tanpa tekanan atau ancaman,
3. Mendukung Mahkamah Agung RI dan PP IKAHI (Ikatan Hakim Indonesia) untuk berperan aktif dalam mendorong revisi PP 94/2012, dan memastikan bahwa suara seluruh hakim di Indonesia didengar dan diperjuangkan,
4. Mengajak seluruh hakim di Indonesia untuk memperjuangkan perbaikan kesejahteraan hakim secara bersama melalui aksi cuti bersama pada tanggal 7-11 Oktober 2024, sebagai bentuk protes damai dan menunjukkan kepada pemerintah bahwa kesejahteraan hakim adalah isu yang sangat mendesak,
5. Mendorong PP IKAHI untuk memperjuangkan RUU Jabatan Hakim agar kembali dibahas dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) dan segera disahkan, sehingga pengaturan kesejahteraan hakim dapat diatur dalam kerangka hukum yang lebih komprehensif dan berkelanjutan.

“Forum Silaturahmi Media Mahkamah Agung Republik Indonesia (FORSIMEMA-RI), adalah Pokja Media Mahkamah Agung RI sangat berharap di Pemerintahan Prabowo Subianto & Gibran Rakabuming Raka, Kesejahteraan Hakim mendapatkan Prioritas Utama menjadi perhatian pemerintah,” ungkap Syamsul Bahri, Ketum FORSIMEMA-RI. (Sena).

Total
0
Shares
Previous Article

Brigjen Pol Dr Agus Rohmat Bekali Aparatur Pemerintah Desa dan Pengurus Kelembagaan Desa

Next Article

Pemimpin Redaksi askara.co, Dilantik sebagai Ketua Umum Forum Pemred SMSI 2024-2029

Related Posts