Bandung-ekpos.com
Santri senantiasa berprinsip bahwa menjaga martabat kemanusiaan adalah esensi ajaran agama. Apalagi di tengah kehidupan Indonesia yang sangat majemuk. Bagi santri, menjaga martabat kemanusiaan juga berarti menjaga Indonesia.
Hal itu dikatakan Wakil Rektor III Prof Dr H Ah Fathonih MAg, bertindak sebagai inspektur upacara mewakili Rektor UIN Bandung Prof.Dr. Mahmud, M.Si, untuk membacakan Sambutan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas dalam memperingati Hari Santri 2022 di Taman Kujang, depan Gedung Anwar Musaddad, Kampus I, Jalan Nasution Nomor 105 Cipadung, Cibiru, Bandung, Sabtu (22/10/2022).
Upacara dengan tajuk “Berdaya Menjaga Martabat Kemanusiaan” berlangsung khidmat. Upacara juga unik, karena semua peserta laki-laki memakai sarung dan peci serta peserta perempuan memakai baju muslimah.
Wakil Rektor III Prof Dr H Ah Fathonih MAg, bertindak sebagai inspektur upacara. Prof Fathonih mewakili Rektor UIN Bandung Prof.Dr. Mahmud, M.Si, untuk membacakan Sambutan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas.
Fathonih menjelaskan, Presiden Jokowi melalui Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2015 telah menetapkan 22 Oktober sebagai Hari Santri. Penetapan ini merujuk pada tercetusnya “Resolusi Jihad” yang berisi fatwa kewajiban berjihad demi mempertahankan kemerdekaan Indonesia. “Resolusi jihad ini kemudian melahirkan peristiwa heroik 10 Nopember 1945 yang kita diperingati sebagai Hari Pahlawan,” ucapnya.
Sejak ditetapkan pada tahun 2015, kita pada setiap tahunnya selalu rutin menyelenggarakan peringatan Hari Santri dengan tema yang berbeda. Untuk tahun 2022 ini, peringatan Hari Santri mengangkat tema Berdaya Menjaga Martabat Kemanusiaan.
Maksud tema Berdaya Menjaga Martabat Kemanusiaan adalah bahwa santri dalam kesejarahannya selalu terlibat aktif dalam setiap fase perjalanan Indonesia. Ketika Indonesia memanggil, santri tidak pernah mengatakan tidak. Santri dengan berbagai latar belakangnya siap sedia mendarmabaktikan hidupnya untuk bangsa dan negara.
Dulu, ketika Indonesia masih dijajah, para santri turun ke medan laga, berperang melawan penjajah. Menggunakan senjata bambu runcing yang terlebih dahulu didoakan Kiai Subchi Parakan Temanggung, mereka tidak gentar melawan musuh.
Di Surabaya, Resolusi Jihad yang digelorakan Kiai Hasyim Asy’ari membakar semangat pemuda-pemuda Surabaya melawan Belanda. Di Semarang, ketika pecah pertempuran lima hari di Semarang, para santri juga turut berada di garda depan perjuangan. Di tempat lainnya sama. Santri selalu terlibat aktif dalam peperangan melawan penjajah.
Pada masa ketika Indonesia sudah
memproklamirkan diri sebagai negara yang merdeka, santri juga tidak absen. KH. Wahid Hasyim, ayah KH Abdurrahman Wahid, adalah salah satu santri yang terlibat secara aktif dalam pemerintahan di awal-awal kemerdekaan. Dialah, bersama santri-santri, dan tokoh tokoh agama lainnya turut memperjuangkan kemaslahatan umat agama-agama di Indonesia.
Pascakemerdekaan Indonesia, santri lebih semangat lagi memenuhi panggilan Ibu Pertiwi. Mereka tidak asyik dengan dirinya sendiri, tetapi terlibat secara aktif di dunia perpolitikan, pendidikan, sosial, ekonomi dan ilmu pengetahuan, selain juga agama.
Santri dengan segala kemampuannya bisa menjadi apa saja. Sehingga mengasosiasikan santri hanya dengan bidang ilmu keagamaan saja tidaklah tepat. Santri sekarang telah merambah ke berbagai bidang profesi, memiliki keahlian bermacam-macam, bahkan mereka menjadi pemimpin negara. Meski bisa menjadi apa saja, santri tidak melupakan tugas utamanya, yaitu menjaga agama itu sendiri. “Santri selalu mengedepankan nilai-nilai agama dalam setiap perilakunya. Bagi santri, agama adalah mata air yang selalu mengalirkan inspirasi-inspirasi untuk menjaga dan menjunjung tinggi martabat
kemanusiaan,” tegasnya.
Menjaga martabat kemanusiaan (hifdzunnafs) adalah salah satu tujuan diturunkannya agama di muka bumi (maqashid al-syariah). “Tidak ada satu pun agama yang menyuruh pemeluknya untuk melakukan tindakan yang merusak harkat dan martabat manusia. Sebagai insan yang selalu menjunjung tinggi nilai-nilai agama, santri selalu menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan,” jelasnya.
Peringatan Hari Santri bukanlah milik santri semata, hari santri adalah milik kita semua, milik semua komponen bangsa yang mencintai tanah air, milik mereka yang memiliki keteguhan dalam menjunjung nilai-nilai kebangsaan. “Karena itu, saya mengajak semua masyarakat Indonesia, apapun latar belakangnya, untuk turut serta ikut merayakan Hari Santri. Merayakan dengan cara napak tilas perjuangan santri menjaga martabat kemanusiaan untuk Indonesia,” ujarnya.*** SAL